Ketika kuliah ditanya kapan lulus?
Ketika sudah lulus ditanya kapan kerja?
Ketika sudah kerja, ditanya kapan punya pacar?
Ketika ada pacar, ditanya kapan nikah?
Ketika sudah menikah, ditanya kapan punya anak?
Ketika punya anak, ditanya kapan nambah lagi?
Pertanyaan tersebut pasti pernah menghinggapi kita pada suatu waktu. Dan mungkin sebagian besar akan menjawabnya dengan senyum manis walau ada beberapa yang mungkin langsung menjawab dengan ketus.
Kepo.
Pengertian Kepo sendiri bisa bermacam-macam. Ada yang mengartikan sebagai singkatan dari Know Every Particular Object. Ada pula yang mengartikan sebagai bahasa Hokkian untuk orang yang sok tahu. Tapi keduanya mempunyai kesamaan arti yaitu menunjuk kepada sifat yang selalu ingin tahu akan sesuatu hal.
Untuk masyarakat urban tempat saya tinggal, terutama emak-emak yang suka berkumpul saat arisan, pertanyaan tersebut sudah layaknya menjadi bahan pembuka obrolan yang wajar. Bahkan kemudian ditambahkan dengan perbandingan antara yang diajak mengobrol dengan orang lain. Lantas apakah mereka menyadari bahwa terkadang yang ditanya merasa tidak enak? Mungkin tidak. Toh sejauh ini tidak ada emak-emak yang saling baku hantam karena kompetisi siapa yang lebih banyak mempunyai anak. Walau memang ada pembunuhan karena si pelaku diejek jomblo tiap hari oleh tetangganya.
Bagi saya, pertanyaan kepo itu sebisa mungkin tidak saya ungkit saat bertemu orang lain. Karena saya pernah mengalami berada dalam posisi yang ditanya hal itu terus menerus, baik di lingkungan tetangga ataupun keluarga. Bukankah masih banyak pertanyaan lain yang bisa ditanyakan? Seperti menanyakan kabarnya, kesibukannya, hobinya, dan lain sebagainya.
Lalu kalau berada di posisi yang ditanya pertanyaan kepo, bagaimana? Pilihannya bisa seperti saya, dengan senyum manis dan menjawab, “mohon doanya saja, semoga cepat tercapai,” atau bisa dengan diam saja tanpa menjawab apapun. Dan kalau mau yang lebih ekstrim bisa menggunakan jawaban, “si C kemarin meninggal, kamu kapan nyusul?”
0 komentar:
Posting Komentar